POLA PERMUKIMAN KABUPATEN DAIRI
POLA PERMUKIMAN
KABUPATEN DAIRI
Swanni Saulina
Simamora
Jurusan Pendidikan
Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Medan
E-mail : simamoraswanni@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini
adalah untuk mendapat gambaran secara deskriptif kuantitatif pola permukiman
serta faktor yang berpengaruh terhadap pola permukiman yang ada di Kabupaten
Dairi, faktor berpengaruh yang dimaksud disini adalah faktor fisik (ketinggian
wilayah, kemiringan lereng), faktor sosial ekonomi (kepadatan penduduk, luas
lahan pertanian, prasarana transportasi).
Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Dairi. Sampel
yang diambil menggunakan metode stratified
random sampling yaitu menggunakan data ketinggian wilayah, hasil dari pengelompokan
data ketinggian wilayah diambil sebanyak
30% dengan menggunakan acak sederhana, maka sampel dalam penelitian ini
menjadi 22 desa dalam 5 kawasan kecamatan. Teknik analisis data dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif menggunakan parameter tetangga
terdekat serta chi kuadarat (chi square)
dan koefisien kontingensi untuk analisis data statistik dengan taraf nyata
sebanyak 95% .
Hasil penelitian
menunjukkan, terjadi variasi pola permukiman di Kabupaten Dairi, pola
mengelompok (clustered) sebesar
59,09%, pola acak (randon) sebesar
36,36%, pola seragam (uniform)
sebesar 4,55%, dan terjadinya variasi pola permukiman diakibatkan oleh seluruh
faktor yang berpengaruh terhadap pola permukiman memiliki hubungan yang
signifikan, dan faktor sosial ekonomi yaitu kepadatan penduduk memiliki
hubungan yang paling besar dari keseluruhan faktor yang berpengaruh.
Kata Kunci: Kabupaten Dairi, Pola Permukiman, Faktor pola permukiman.
A. Pendahuluan
Kabupaten Dairi merupakan salah satu
dari 33
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang luasnya 1927,77 Km2. Permukiman Kabupaten Dairi dikatergorikan
ke dalam permukiman perdesaan karena penduduk Kabupaten Dairi masih cenderung
bermatapencaharian petani atau agraris.
Kondisi Geografis Kabupaten Dairi yang memiliki relief
yang beragam, seperti topografinya berupa gunung-gunung dan bukit-bukit
dengan ketinggian 450 – 1400 mdpl
serta memiliki kemiringan lereng yang berbeda (BPS Kabupaten Dairi dalam Angka
2014) berdampak kepada pola permukiman. Daerah yang topografinya beragam
cenderung memiliki pola permukiman yang beragam pula hal ini dikarenakan
topografi yang kasar lebih dominan pada pola permukiman yang tersebar, tetapi
topografi yang cenderung datar lebih dominan kepada pola permukiman yang memusat
atau mengelompok, hal ini sejalan dengan pendapat Sandy (Ruhimat, 1988) yang
menyatakan bahwa semakin meningkat topografi suatu tempat maka semakin meningkat pula kekasaran
topografi suatu wilayah hal ini akan memungkinkan terjadinya pola permukiman secara
tersebar.
Jumlah penduduk yang merupakan salah satu aspek sosial
ekonomi juga berpengaruh terhadap pola permukiman, hal ini berdampak kepada
ketidakmerataan penyebaran penduduk pada setiap wilayah, seperti pola
permukiman yang mengelompok cenderung pada daerah yang penduduknya padat sedangkan pola permukiman
yang menyebar cenderung penduduknya sedikit atau daerah yang jarang penduduk.
Berdasarkan kondisi diatas, permukiman Kabupaten Dairi
masih belum diketahui secara pasti bagaimana pola permukiman serta faktor yang
mempengaruhi terjadinya pola permukiman, berdasarkan latar belakang tersebut,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Kabupaten Dairi dengan judul
“Pola Permukiman Kabupaten Dairi”.
B.
Kerangka Teori
1. Permukiman
Yunus (1987) dalam Firdianti (2010) yang menyimpulkan
bahwa secara etimologis permukiman dan pemukiman sebagai berikut:
Kata permukiman
mempunyai imbuhan per–an
dan kata pemukiman mempunyai imbuhan
pe–an. Kedua macam jenis imbuhan ini mempunyai fungsi
pembentukan kata benda yang berbeda. Diantara
beberapa arti yang dibentuk oleh
imbuhan per- an, ternyata
yang paling tepat untuk kata permukiman adalah tempat ber... atau
tempat bermukim untuk kata permukiman, sedangkan
arti imbuhan pe–an pada
kata pemukiman mempunyai arti cara me... atau cara bermukim...,
dengan demikian jelaslah bahwa artikata permukiman seharusnya
dibedakan dengan kata pemukiman dalam pemakaiannya karena makna kedua kata
tersebut berbeda.
Parwata (2004) berpendapat bahwasanya “permukiman
merupakan suatu tempat bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang
jelas sehingga memberikan kenyamanan pada penghuninya”, sedangkan Zee (1986)
menyatakan “permukiman (settlement) merupakan
suatu proses seseorang mencapai dan menetap pada suatu daerah”. (Mulyana,
2013). Daldjoeni (2003) dalam buku geografi desa kota mengemukakan “permukiman
merupakan suatu tempat atau daerah di mana penduduk berkumpul dan hidup bersama
di mana mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan,
melangsungkan dan mengembangkan kehidupan mereka”.
Bintarto (1977) menggambarkan permukiman sebagai suatu
tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka
membangun rumah – rumah jalan jalan dan sebagainya guna kepentingan mereka.
2. Pola
Permukiman
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan
ada tiga pola permukiman yang paling umum, yakni pola mengelompok (clustered), acak (random), seragam (uniform)
agar lebih mudah dalam menganalisi pola permukiman pada suatu wilayah dilakukan
cara perhitungan secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan teknik analisis
tetangga terdekat (Nearest – neighbour
analysis), teknik ini sesuai
untuk daerah dimana antara satu pemukiman dan permukiman yang lain tidak ada hambatan-hambatan
alamiah yang belum dapat teratasi misalnya jarak antara dua pemukiman yang
relatif terjangkau,
oleh karena itu untuk daerah-daerah yang merupakan suatu dataran maka analisa tetangga terdekat ini
akan nampak nilai praktisnya (Bintarto dan Surastopo, 1991).
Pola permukiman dengan analisis
tetangga terdekat (Nearest – neighbour analysis) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Pola Permukiman
Sumber:
Hagget (Bintarto dan Surastopo,1991)
3. Faktor
– faktor yang mempengaruhi Pola Permukiman
Bintarto
(1977) dalam bukunya penuntun geografi sosial mengemukakan bahwa tingkat
penyesuaian penduduk desa terhadap lingkungan alam sangat bergantung terhadap
faktor – faktor sosial ekonomi dan kultur warga desa, itu artinya penduduk
perlu beradaptasi untuk dapat tinggal dan memahami tempat yang ditinggalinya
sehingga dia mampu dan dapat bertahan hidup. Penyebaran permukiman untuk
membentuk pola – pola permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
saingan, hak untuk pribadi, perbedaan keinginan, topografi, transportasi,
struktur asal.
C.
Metodologi Penelitian
Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teori yang berkaitan
dengan pola permukiman dan faktor yang mempengaruhi pola permukiman berdasarkan
literatur dan data yang diperoleh, kemudian di analisis menggunakan parameter
tetangga terdekat untuk menghitung pola permukiman sedangkan untuk melihat
hubungan faktor berpengaruh menggunakan analisis statistik chi kuadrat (chi square) dan koefisien kontingensi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dokumentasi observasi lapangan, dan
wawancara.
D.
Hasil dan Pembahasan
1. Pola
Permukiman
Menunjukkan terjadinya variasi pola
permukiman pada daerah sampel hal ini terlihat dari setiap desa memiliki indeks
tetangga terdekat yang berbeda beda, Desa Sarintonu memiliki indeks tetangga
terdekat yang paling tinggi yaitu 2,43 artinya Desa Sarintonu memiliki pola
permukiman seragam (uniform),
sedangkan Desa Pollling Anak Anak dan Bangun yang memiliki indeks tetangga
terdekat yang paling rendah, yaitu 0,14 yang artinya Desa Polling Anak Anak dan
Bangun merupakan pola permukiman mengelompok (uniform), sehingga dapat disimpulkan informasi sebagai berikut:
Tabel 1 Pola Permukiman
No
|
Pola Permukiman
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
1
|
Mengelompok
(uniform)
|
13
|
59,09
|
2
|
Acak (random)
|
8
|
36,36
|
3
|
Seragam (clustered)
|
1
|
4,55
|
|
Jumlah
|
22
|
100
|
Sumber:
Hasil Observasi Lapangan
2. Faktor
Pola Permukiman
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh bahwasanya terdapat hubungan yang nyata antara aspek sosial ekonomi yang
dilihat dari kepadatan penduduk, tingkat aksesibilitas, dan persentase lahan
permukiman terhadap pola permukiman. Tingkat kepadatan penduduk, nilai
aksesibilitas serta persentase lahan pertanian penduduk pada wilayah yang
menjadi bagian dari observasi langsung mewakili jawaban dari daerah – daerah
lainnya sehingga memunculkan jawaban bahwasanya berpengaruh nyata terhadap pola
permukiman hal ini dipengaruhi aspek sosial dan ekonomi ini akan selalu
dibutuhkan masyarakat dalam proses pembangunan maupun pengembangan dalam
membantu kegiatan aktivitas. Terjadinya perubahan pola permukiman pada suatu
wilayah ternyata dukungan besar dari faktor sosial ekonomi.
E.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a.
Terjadinya variasi pola permukiman di
Kabupaten Dairiyaitu pola permukiman mengelompok (clustered), acak (random),
seragam (uniform). Namun secara umum
berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh lebih didominasi oleh pola
permukiman yang mengelompok (clustered)
dengan tingkat persentase 55% dari seluruh persentase pola permukiman, hal ini
berarti secara umum jarak antara satu permukiman dengan permukiman terdekatnya
relatif dekat.
b.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terdapat
hubungan yang nyata antara faktor fisik (ketinggian wilayah, kemiringan lereng)
dan faktor sosial ekonomi (kepadatan penduduk, tingkat aksesibilitas,
persentase lahan pertanian) dengan pola permukiman.
c.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh
dari setiap variabel bebas yaitu ketinggian wilayah, kemiringan lereng,
kepadatan penduduk, tingkat aksesibilitas dan persentase lahan pertanian yang
memiliki derajat hubungan yang paling tinggi dengan variabel terikat pola
permukiman adalah variabel bebas kepadatan penduduk.
d.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari setiap
variabel bebas yaitu ketinggian wilayah, kemiringan lereng, kepadatan penduduk,
tingkat aksesibilitas dan persentase lahan pertanian yang memiliki derajat
hubungan yang paling rendah dengan variabel terikat pola permukiman adalah
variabel bebas tingkat aksesibilitas dan persentase lahan pertanian.
2. Saran
a.
Diharapkan pemerintah harus lebih
memperhatikan kebutuhan masyarakat yang ada di daerah pedesaan, misalnya
seperti sarana dan prasaran yang paling umum dan yang sangat dibutuhkan adalah
jaringan jalan dan pasokan listrik misalnya seperti desa Kempawa yang jaringan
jalannya hampir seluruhnya batu kerikil dan jalan tanah dan desa Parbuluan II
yang sama sekali belum mendapatkan listrik dan jaringan jalan masih jalan batu
padahal jika diperhatikan desa tersebut memiliki potensi alam yang mampu
menambah pendapatan daerah.
b.
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan
informasi yang dibutuhkan apabila mengakaji mengenai penelitian sejenis,
sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada.
Daftar Pustaka
Arlius Putra, Budi. 2006. Pola Permukiman
Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja. Tesis.
Semarang: Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
BAPEMAS. 2013. Profil Desa. Sidikalang: BAPEMAS.
Bintarto, R dan Hadisumarno, Surastopo. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta:
LP3ES.
Bintarto, R. 1977. Geografi Sosial. Yogyakarta: UGM.
Bintarto, R. 1983. Interaksi
Desa Kota
dan Permasalahnnya.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
BPS. 2011.
Kabupaten
Dairi dalam Angka. Sidikalang:
BPS.
BPS. 2013.
Hasil Sensus
Pertanian.
Sidikalang: BPS.
BPS. 2014.
Kabupaten
Dairi dalam Angka. Sidikalang:
BPS.
BPS. 2014.
Kecamatan
Parbuluan dalam Angka. Sidikalang: BPS.
BPS. 2014.
Kecamatan
Siempat Nempu Hulu dalam Angka. Sidikalang: BPS.
BPS. 2014.
Kecamatan
Silima Pungga Pungga dalam Angka. Sidikalang: BPS.
BPS. 2014.
Kecamatan
Tanah Pinem dalam
Angka.
Sidikalang: BPS.
BPS. 2014.
Kecamatan
Tigalingga dalam
Angka.
Sidikalang: BPS.
D. Sinulingga, Budi. 1999. Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: P.T. Alumni.
Editor Djenen. 1981. Pola Pemukiman Penduduk Pedesaan Daerah Sumatera Barat.
Padang: Kemendikbud.
Firdianti, Sri. 2010. Perkembangan Permukiman
Penduduk di Kecamatan Ngemplak Kabupaten
Boyolali Tahun 1997 – 2007. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sebelas Maret.
GBHN. 1988. Perumahan dan permukiman.
H. Koestoer, Raldi. 1997. Perspektif Lingkungan Desa – Kota. Jakarta: UI Press.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyana, Rahmat. 2013. Merancang Pemukiman Sehat dan Berwawasan Lingkungan. Medan:
Unimed Press.
Muta’ali, Lufti. 2013. Pengembangan Wilayah Perdesaan. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Geografi Universitas Gajah
Mada.
Nasrudin, Dindin. 2007. Melirik Potensi Desa menuju Masyarakat Sejahtera. Jakarta: CV Karya
Mandiri Pratama.
Republik Indonesia. 1992. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan permukiman. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Ruhimat, Mamat. 1987. Pola Permukiman
di Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Yogyakarta:
Fakultas Geografi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Gajah Mada.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika.
Bandung: Tarsito.
Syafrudin. 2009. Pergeseran Pola Ruang
Pemukiman Berbasis Budaya Lokal Di Desa Hu`u Kabupaten Dompu NTB. Skripsi.
Semarang: Program Pasca Sarjana
Magister Teknik Pembangunan
Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro.
S. Sadana, Agus. 2014. Perencanaan Kawasan Permukiman. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tampubolon, Amos. 2000. Faktor – faktor
Geografi yang mempengaruhi Pola Permukiman di Kota Tarutung Kabupaten Tapanuli
Utara. Skripsi. Fakultas Sosial
Universitas Negeri Medan.
Triana, Karlina. 2012. Pola Persebaran Rumah
Perdesaan dan kaitannya dengan Mobilitas Penduduk di Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Skripsi.
Depok: Program Studi Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia.
Widyastomo, Deasy. 2013. Pola Pemukiman
dan Pola Perumahan Kampung Ebungfau di Pesisir Danau Sentani Kabupaten Jayapura Papua. Jurnal Arsitektur. (Online), No. 2, Vol. 2 (ejournal.unlam.ac.id/),( diakses 3
Februari 2015, 12:09).
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zoraya, Olivia. 2008. Pola Permukiman
Wliyah Menteng dan Nieuw Menteng Awal Abad XX (1923
– 1942). Skripsi. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya.
PETA PERMUKIMAN DESA BONIAN TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA KEMPAWA TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA BONGKARAS TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA MANGAN MOLIH TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA LONGKOTAN TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA LAU TAWAR TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA POLLING ANAK ANAK TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA PARBULUAN VI TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA SUMBUL TENGAH TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA BANGUN TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA SARINTONU TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA TANAH PINEM TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA LAU BAGOT TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA PARBULUAN II TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA LAU MOLGAP TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA KUTA TENGAH TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA LAE NUAHA TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA TUALANG TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA BAKAL JULU TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA PAMAH TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA KUTA BULUH TAHUN 2015 |
PETA PERMUKIMAN DESA SIBORAS TAHUN 2015 |
Komentar